"Maka, janganlah kamu sekalian
merasa minder dan bersedih; Karena jika kamu sekalian beriman, maka sebenarnya
kamu sekalian dapat mengatasinya." (Ali-Imran ; 139).
Open Up Your Mind
Kenapa Al-Quran melarang orang
beriman berlaku rendah diri alias minder? Ada apa dengan minder?
Orang menjadi minder bisa jadi
karena merasa dirinya kelas dua. Semacam ada perasaan inferiority complex. Para
orang tua dahulu di zaman penjajahan belanda mengistilahkan sikap semacam itu
dengan minderwaardig. Dia selalu diliputi perasaan was-was dan khawatir yang
terlalu dalam. Dia sudah kalah sebelum bertanding.
Orang beriman memiliki keyakinan
diri yang tinggi karena tidak ada yang harus ditakuti; kecuali hanyalah Allah
swt. Tapi, memiliki keyakinan diri (pede atau self-confidence) bukan dalam
pengertian negatif. Asal pede; tidak memiliki kompetensi; pede saja; tidak
berprestasi pede aja; tidak menambah ilmu pengetahuan pede aja.
Bukan itu, tapi pede positif yang
dibarengi dengan kesadaran untuk terus meningkatkan diri; tidak menyalahkan
diri, tidak menyalahkan orang lain, lingkungan atau bahkan Allah swt ingin
selalu berprestasi.
Pribadi muslim memiliki kesadaran
bahwa hidup adalah sebuah pertanggungjawaban. Karenanya hidup yang dinamis dan
penuh gairah untuk terus belajar dan maju menjadi kompas hidupnya. Pribadi
muslim menyadari kalau hari esok harus mengalami pencapaian puncak-puncak
prestasi lebih baik; atau lebih buruk dan merosot sehingga menjadi orang yang
kalah, pecundang (lost).
Ada semacam garansi atau jaminan,
bahwa sesungguhnya orang beriman itu sudah ditinggikan derajatnya dengan
berIslam; dengan bersyahadat kepada Allah swt. dia berserah diri, tunduk dan
taat.
Dia sudah mengalami semacam proses
desakralisasi terhadap alam dan manusia. Dia tidak merasa di kuasai oleh
keduanya. Kepada manusia dia tidak mengenal kultus atau mendewakan. Dia hanya
rela melakukan penghambaan kepada Allah swt. Di sisi lain, dengan keimananya
yang benar dia akan selalu merasa dijaga dan dilindungi oleh Allah swt. Dia
tidak takut dicelakakan karena segalanya terjadi atas izin-Nya.
Jadi, kalau demikian apa alasanya
untuk minder? Di tengah budaya ilmu pengetahuan, sains dan teknologi,
bangsa-bangsa yang menguasai keduanya merasa dirinya lebih tinggi. Lebih hebat,
bahkan pada batasan yang lebih ekstrim bangsa-bangsa itu menjadi arogan; ingin
mengatur dan menguasai bangsa lain. Naudzubillah!
Tapi coba lihat, ketika masyarakat
islam kuat seperti halnya mandinah, zaman rasulullah saw, umat islam sangat
ramah dan melindungi non-muslim. Juga tujuh abad ketika memimpin peradaban
dunia.
Para ilmuwan muslim dengan kepercayaan diri yang tinggi sebagai
pemenang, mereka tidak takut untuk belajar apa saja. Sehingga pada saat itu
kemajuan di bidang keilmuan pun mengalami puncak prestasinya yang gemilang.
Mereka baca dan belajar semua khazanah, dari bangsa : yunani, romawi, india dan
persia.
Ilmu-ilmu itu mereka kaji kemudian
mereka letakkan dalam sebuah referensi Al-Quran dan As-Sunnah; mana-mana yang
tidak sesuai direvisi atau di buang atau di tolak. Sedangkan yang benar dan
bermanfaat bagi kemanusiaan dikembangkan.
Inilah yang kemudian dikenal dengan
budaya kosmopolitan; berbudaya dunia tidak takut kepada siapa pun; tidak ada
semacam beban psikologis; takut membahayakan dan merusak serta minder. Tidak
ada stigmatis, atau phiscological barriers!
Kemajuan inilah yang kemudian
menjadi semacam venture; petualangan merealisasikan pesan-pesan Al-Quran dan
As-Sunnah, yang hasilnya adalah masa kejayaan islam (golden era), dahulu kala.
So, kalau kita menyadari betapa
islam telah memberikan modal dasar agar kita tidak minder, kenapa kita tidak
tumbuhkembangkan budaya itu?
"Ketika kamu mempercayai
dirimu, Maka kamu akan memahami caranya hidup." (Goethe).
Referensi :
Tasirun Sulaiman, 2008. Motivasi
Qurani Harian Refreshing U're Soul. Cetakan 1. Grafindo Khazanah Ilmu. Jakarta
Selatan.